Selasa, 19 Oktober 2010

Analisis Kasus organisasi "KASIH" ditinjau dari perspektif psikologi sosial

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu organisasi “KASIH” yang bergerak dalam kegiatan membantu masyarakat yang terkena bencana alam dan mengalami trauma karenanya. Organisasi ini, memiliki 22 orang anggota yang terdiri dari 4 orang dokter; 4 orang psikolog; 6 orang sarjana psikologi; 2 orang sarjana komputer; 2 orang sarjana manajemen; 1 orang sarjana teknik mesin; 1 orang lulusan D3 manajemen dan 2 orang lulusan SMU. Mereka terdiri dari 8 orang pria dan 14 orang wanita dengan kisaran usia, berkisar antara 20 tahun sampai 32 tahun. Mereka bertugas menangani masalah yang berkaitan dengan kesehatan fisik masyarakat seperti pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat-obatan. Sementara untuk bantuan psikososial dilakukan konseling baik individual ataupun kelompok, juga membantu anak-anak dalam pengembangan kepribadiannya. Bantuan material bagi para korban bencana alam antara lain menyalurkan bantuan dari donor. Untuk kelangsungan dari kegiatan organisasi tersebut, diangkatlah dari mereka seorang manajer lapangan (yaitu yang lulusan D3 manajemen); seorang koordinator kegiatan medis (dokter) dan seorang koordinator kegiatan psikososial (psikolog), sementara koordinator untuk logistik (baik untuk bantuan pada masyarakat ataupun bagi kepentingan kegiatan organisasi) dipegang oleh sarjana teknik mesin. .
Pada awal berjalannya organisasi KASIH ini, kegiatan – kegiatan yang ada dikerjakan bersama, dalam arti bahwa jika dalam satu lokasi ada kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan medis, maka disitupun dilakukan kegiatan psikososial dan jika dilokasi itu dilaksanakan kegiatan psikososial, maka pelayanan medispun akan ada dilokasi itu. Demikian pula bantuan material akan diberikan pada masyarakat dilokasi tersebut jika mereka membutuhkan dan memang organisasi ini memiliki materi tersebut atau mengusahakan pemenuhannya.
Dengan kondisi seperti diatas, maka tampak bahwa mereka adalah tim yang kompak dalam menjalankan tugas dan memang demikian adanya pada awalnya. Namun seiring berjalannya waktu, (setelah satu tahun berlangsungnya kegiatan) organisasi ini mulai menunjukkan gejala perpecahan, dimana masing – masing profesi mau berjalan sendiri dan tidak lagi memperhatikan profesi yang lain. Bahkan diskusi-diskusi tentang kasus atau masalah yang adapun tidak pernah dilakukan bersama lagi. Beberapa kali pernah dicoba, tetapi yang terjadi adalah diskusi dan debat yang tak memecahkan masalah , karena masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain. Tidak jarang situasi mengarah pada konflik yang diwarnai oleh reaksi-reaksi emosi negatif .
Pimpinan (manajer lapangan) sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya. Dengan kondisi ini, koordinator kegiatan harus menghadapi keluhan dari anak buahnya karena tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan disiplin ilmu mereka. Kondisi tidak nyaman itu tidak hanya dirasakan oleh para koordinator kegiatan, tetapi dirasakan juga oleh semua anggota organisasi, sehingga suasana dalam organisasi menjadi sangat tidak nyaman untuk bekerja. Belum lagi masalah personal anggota organisasi, seperti adanya anggota yang pacaran dengan sesama anggota dan mereka menampilkan perilaku yang tidak diharapkan oleh anggota lainnya. Seperti misalnya; mereka sering memisahkan diri dari anggota lain untuk pacaran atau bahkan kadang mereka berlaku mesra dihadapan anggota lainnya yang tentunya akan membuat anggota lain merasa kurang enak sehingga hal inipun menambah ketidak nyamanan suasana. Kondisi seperti ini sudah berjalan cukup lama dan berdampak menurunnya kinerja organisasi secara keseluruhan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pimpinan organisasi KASIH meminta bantuan pada yayasan PEDULI, yaitu LSM yang bergerak dalam kajian perilaku dan pengembangan sumber daya manusia. Setelah mendengar keluhan dari organisasi KASIH, maka yayasan PEDULI memperoleh gambaran dan menduga adanya :
• Masalah regulasi emosi aversive serta ekspresinya dalam perilaku pada situasi-situasi yang mengandung perbedaan dan pertentangan pendapat.
• Masalah kemampuan melakukan perspective taking
• Masalah yang menyangkut kemampuan dalam komunikasi interpersonal
• Masalah kompetensi sosial dalam mengatasi dan menyelesaikan perbedaan yang dipertentangkan (konflik)
• Masalah produktivitas organisasi yang menurun
• Masalah interaksi antar unit kerja (kelompok kerja)

1.2 Area Masalah

Bila ditinjau dari perspektif Psikologi Sosial, terdapat 5 area masalah dalam kasus diatas, yakni:
1) Social Cognition
Berpikir tentang orang lain dan dunia kita, kita akan memahami lingkungan dan situasi yang kita hadapi sesuai dengan kondisi yang ada.

2) Emotional Competence
Kemampuan meregulasi internal feeling state dan ekspresinya dalam tingkah laku aktual.

3) Social Competence
Merupakan kemampuan individu untuk mencapai tujuan pribadi dalam interaksi sosial sekaligus memelihara relasi yang baik atau harmonis dengan orang lain, setiap saat dan situasi (Krasnor, 1977)

4) Perilaku Kelompok

Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap struktur sosial kelompok dan norma yang diadopsinya.




1.3 Masalah

1.3.1 Masalah dalam area Social Cognition
o Masalah kemampuan melakukan perspective taking

1.3.2 Masalah dalam area Emotional Competence
o Masalah regulasi emosi aversive serta ekspresinya dalam perilaku pada situasi-situasi yang mengandung perbedaan dan pertentangan pendapat.

1.3.3 Masalah dalam area Social Compentence
o Masalah yang menyangkut kemampuan dalam komunikasi interpersonal
o Masalah kompetensi sosial dalam mengatasi dan menyelesaikan perbedaan yang dipertentangkan (konflik)

1.3.4 Masalah dalam area Perilaku dalam Kelompok
o Masalah produktivitas organisasi yang menurun
o Masalah interaksi antar unit kerja (kelompok kerja)

1.4 Masalah yang akan dibahas

Masalah yang akan dibahas dalam analisis kasus organisasi “KASIH” diatas adalah masalah yang terdapat dalam area perilaku kelompok, yakni interaksi yang terjadi antar unit kelompok yang terdapat dalam organisasi “KASIH” , dimana perilaku kelompok menentukan bagaimana pola interaksi yang akan terjadi dalam kelompok tersebut. Berdasarkan fenomena yang terdapat dalam kasus organisasi “KASIH” di atas, masalah tersebut terjadi setelah satu tahun berlangsungnya kegiatan dan terlihat dalam hal-hal berikut ini:
• Organisasi ini mulai menunjukkan gejala perpecahan, dimana masing – masing profesi mau berjalan sendiri dan tidak lagi memperhatikan profesi yang lain.
• Diskusi-diskusi tentang kasus atau masalah yang adapun tidak pernah dilakukan bersama lagi.
• Terjadinya perdebatan yang tidak memecahkan masalah (karena masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain).
• Tidak jarang situasi diskusi mengarah pada konflik yang diwarnai oleh reaksi-reaksi emosi negatif .
• Pimpinan (manajer lapangan) sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai
• Masalah personal anggota organisasi, seperti adanya anggota yang pacaran dengan sesama anggota dan mereka menampilkan perilaku yang tidak diharapkan oleh anggota lainnya.
• Menurunnya kinerja organisasi secara keseluruhan.
• Diangkatnya manajer lapangan (pimpinan) lulusan D3 yang membawahi anggota lulusan Sarjana.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap struktur sosial kelompok dan norma yang diadopsinya.

Perilaku kelompok dipengaruhi oleh :
1. Kondisi eksternal
Kondisi eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku kelompok diantaranya yaitu :
a. Strategi organisasi
Strategi keseluruhan suatu organiasi, yang lainnya diberlakukan oleh manajemen puncak, mengikhtisarkan tujuan organisasi dan cara untuk mencapai tujuan ini.
b. Peraturan formal
Organisasi menciptakan aturan, prosedur, kebijakan, dan ragam lain dari peraturan untuk membakukan perilaku karyawan. Makin formal peraturan yang dipaksakan oleh organisasi itu kepada semua anggotanya, makin konsisten dan dapat diramalkan perilaku anggota kelompok kerja itu.
c. Sumber daya organisasional
Yang termasuk sumber daya organisasional adalah uang, waktu, bahan baku dan peralatan (yang dialokasikan kepada kelompok oleh organisasi).
d. Evaluasi kinerja dan sisterm ganjaran
Perilaku anggota kelompok akan dipengaruhi oleh bagaimana organisasi itu mengevaluasi kinerja dan perilaku mana yang aakan diganjar.
e. Budaya organisasional
Semua organisasi mempunyai budaya tak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak untuk para karyawan.





2. Sumber daya anggota kelompok
a. Kemampuan
Kemampuan menentukan parameter untuk apa yang dapat dilakukan para anggota dan bagaimana mereka akan melakukannnya secara efektif dalam suatu kelompok.
b. Karakteristik kepribadian
Karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap kinerja kelompok yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana individu itu berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain.

3. Struktur kelompok.
a. Kepemimpinan formal
Hampir setiap kelompok kerja memiliki seorang pemimpin formal yang dapat memainkan peranan penting dalam keberhasilan kelompok.
b. Peran
Seperangkat pola perilaku yang diharapkan yang dikaitkan pada seeorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu unit sosial.
c. Norma
Standar peilaku yang dapat diterima, baik dalam suatu kelompok yang digunakan bersama oleh anggota-anggota kelompok itu.
d. Status
Posisi atau peringkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain.
e. Kepaduan
Tingkat dimana anggota-anggota kelompok satu sama lain saling tertarik dan termotifasi untuk tetap berada dalam kelompok.







4. Proses kelompok
Proses kelompok merupakan aktivitas yang memberikan kehidupan bagi bekerjanya atau berjalannya struktur organisasi.
a. Pola komunikasi
Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka (R Wayne Pace).
b. Proses pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan bisa dianggap sebagai :
• premising,
• pengidentifikasian alternatif-alternatif,
• pengevaluasian alternatif-alternatif dalam rangka mencapai tujuan, dan
• pemilihan sebuah alternatif.
c. Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960) dibagi menjadi 3 jenis, diantaranya adalah gaya kepemimpinan otoriter dimana keputusan dan kebijakan seluruhnya ditentukan oleh pemimpin.
d. Dinamika kekuasaan
Dinamika kekuasaan berkaitan dengan kepemimpinan, dimana pengertian dari kepemimpinan itu sendiri menurut K. F. Janda (1960) adalah tipe khusus hubungan kekuasaan yang ditandai oleh adanya anggota kelompok lain yang memiliki hak untuk menentukan pola perilaku aktivitas anggota kelompok.
e. Manajemen stress dan konflik
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya konflik dalam kelompok, yaitu expressed struggle, interdependence dan incompatible behavior.





5. Kinerja kelompok
Seberapa jauh kelompok dapat memenuhi kebutuhannya melalui keberhasilan mereka di dalam mencapai goal (efektifitas kelompok)..
Faktor-faktor penentu efektifitas kelompok :
a. Honesty (kejujuran)
c. Belongingness (rasa memiliki)
d. Quality of relationship (kualitas hubungn)
e. Partisipation
f. Clear enggaging direction\open communication and mutual trust.
g. Supportive team environment, supportive organization environment
h. Appropriate mix
i. Laeadership
j. High energy level
k. Availability of process support.





BAB III
PEMBAHASAN

Terciptanya interaksi yang baik dalam kelompok tidak terlepas dari pengaruh model perilaku yang ada dalam kelompok tersebut. Interaksi dalam kelompok bisa menghasilkan ide dan solusi baru. Kelompok memiliki pengetahuan yang luas dan probabilitas yang lebih besar bahwa seseorang dalam kelompok akan memiliki pengetahuan khusus yang relevan dengan persoalan kelompok. Namun demikian, kelompok juga tidak selalu menghasilkan keputusan yang lebih baik. Dalam kelompok pun ada saatnya dimana tidak semua orang memberikan kontribusi secara bersamaan.
Berdasarkan kasus diatas, terlihat adanya interaksi antar kelompok yang baik. Pada awal berjalannya organisasi “KASIH” tersebut, kegiatan – kegiatan yang ada dikerjakan bersama, dalam arti bahwa jika dalam satu lokasi ada kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan medis, maka disitupun dilakukan kegiatan psikososial dan jika dilokasi itu dilaksanakan kegiatan psikososial, maka pelayanan medispun akan ada dilokasi itu. Demikian pula bantuan material akan diberikan pada masyarakat dilokasi tersebut jika mereka membutuhkan. Dengan kondisi seperti diatas, maka tampak bahwa mereka adalah tim yang kompak dalam menjalankan tugas.
Namun setelah satu tahun berlangsungnya kegiatan organisasi ini mulai menunjukkan gejala perpecahan. Gejala perpecahan tersebut diakibatkan oleh perilaku-perilaku kelompok yang membuat interaksi antar kelompok tersebut tidak berjalan dengan baik. Dalam kasus organisasi “KASIH”di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dalam kelompok yang pada akhirnya mempengaruhi interaksi antara anggota kelompok tersebut diantaranya adalah :
1. Kondisi eksternal
Tidak dapat dielakkan bahwa kondisi eksternal sangat mempengaruhi model perilaku kelompok organisasi “KASIH” tersebut, misalnya seperti strategi organisasi, peraturan formal, sumber daya organisasi, evaluasi kinerja dan sistem ganjaran, dan budaya organisasional.


a. Strategi organisasi
Tujuan organisasi “KASIH” tersebut adalah membantu masyarakat yang terkena bencana alam dan mengalami trauma. Strategi yang telah dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi “KASIH” tersebut diantaranya adalah dengan cara membentuk kelompok sesuai dengan bidangnya masing-masing, juga para anggota kelompok ini terjun ke lapangan secara bersama-sama dalam melakukan tugasnya untuk membantu para korban bencana. Namun setelah satu tahun berjalannya organisasi ini, terlihat adanya perilaku-perilaku kelompok yang tidak sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan. Berdasarkan kasus diatas terlihat perilaku-perilaku kelompok yang tidak sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan, yaitu
• Masing – masing profesi mau berjalan sendiri dan tidak lagi memperhatikan profesi yang lain.
• Diskusi-diskusi tentang kasus atau masalah yang ada tidak pernah dilakukan bersama lagi.

b. Peraturan formal
Dalam kasus di atas tidak terlihat adanya peraturan formal yang dibuat oleh organisasi “KASIH” kepada semua anggota kelompoknya, sehingga menyebabkan perilaku anggota kelompok tersebut tidak konsisten dalam melakukan pekerjaannya. Ketidak konsistenan dalam melaksanakan tugas tersebut terlihat saat mereka tidak lagi bekerja sama antar kelompok setelah tahun pertama, padahal pada awal tahun pertama mereka bekerja secara bersama-sama terjun ke lapangan untuk membantu korban bencana.

c. Sumber daya organisasional
Pada organisasi “KASIH” terdapat sumber daya organisasional yang memadai, seperti materi, waktu, bahan baku dan peralatan (yang dialokasikan kepada kelompok oleh organisasi “KASIH”). Namun pada kenyataannya sumber daya organisasional yang memadai ini tidak menjadi faktor pendukung bagi terciptanya perilaku kelompok yang baik dalam mencapai tujuan organisasi “KASIH”, yang mana di akhir tahun pertama terlihat adanya gejala perpecahan antar kelompok.

d. Evaluasi kinerja dan sisterm ganjaran
Perilaku anggota kelompok akan dipengaruhi oleh bagaimana organisasi itu mengevaluasi kinerja dan perilaku mana yang akan diganjar. Dalam kasus di atas tidak terlihat adanya pemberian evaluasi kinerja dari pimpinan terhadap anggota kelompok juga tidak terlihat adanya batasan-batasan perilaku mana saja yang akan diganjar jika menghambat tercapainya tujuan kelompok. Tidak adanya evaluasi kinerja dalam perilaku kelompok terlihat saat gejala perpecahan berlangsung cukup lama namun tidak ada penanganan secara dini dari pihak organisasi, sehingga hal ini mengakibatkan kinerja anggota kelompok yang menurun.
Belum lagi adanya masalah-masalah personal seperti adanya anggota yang pacaran dengan sesama anggota dan mereka menampilkan perilaku yang tidak diharapkan oleh anggota lainnya. Seperti misalnya; mereka sering memisahkan diri dari anggota lain untuk pacaran atau bahkan kadang mereka berlaku mesra dihadapan anggota lainnya yang tentunya akan membuat anggota lain merasa kurang enak sehingga hal inipun menambah ketidak nyamanan suasana. Tidak adanya ganjaran bagi anggota yang berpacaran tersebut berdampak pada menurunnya kinerja organisasi secara keseluruhan.

e. Budaya organisasional
Pada kasus yang terdapat pada organisasi “KASIH” di atas, terlihat bahwa anggota kelompok yang berpacaran dan terkadang berlaku mesra di depan anggota kelompok yang lainnya tersebut, tidak mengindahkan adanya budaya organisasional yakni budaya tak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak untuk para anggotanya. Perilaku berpacaran mereka tersebut tidak diharapkan oleh anggota kelompok yang lainnya. Perilaku mesra dihadapan anggota lainnya membuat anggota lain merasa kurang enak sehingga hal inipun menambah ketidak nyamanan suasana sehingga mempengaruhi kinerja anggota kelompok yang semakin menurun.
2. Sumber daya anggota kelompok
a. Kemampuan
Berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh para anggota organisasi kasih menunjukkan bahwa mereka berkemampuan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Misalnya seorang dokter diposisikan sebagai koordinator kegiatan medis, seorang psikolog diposisikan sebagai koordinator kegiatan psikososial, sementara koordinator untuk logistik (baik untuk bantuan pada masyarakat ataupun bagi kepentingan kegiatan organisasi) dipegang oleh sarjana teknik mesin. Namun untuk manajer lapangan diduduki oleh seorang anggota lulusan D3 manajemen. Latar belakang pendidikan D3 inilah yang tidak sesuai dengan kemampuan untuk menduduki jabatan manajer lapangan, padahal dari data terlihat bahwa terdapat 2 orang sarjana manajemen yang lebih memungkinkan untuk menempati posisi sebagai pemimpin atau manajer lapangan dalam organisasi “KASIH”.
Pada kasus diatas, latar belakang D3 yang dimiliki oleh pimpinan (manajer lapangan) inilah yang menyebabkan ia sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai. Hal tersebut menyebabkan koordinator kegiatan harus menghadapi keluhan dari anak buahnya karena tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan disiplin ilmu mereka.

b. Karakteristik kepribadian
Karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap kinerja kelompok yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana individu itu berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain. Dalam kasus diatas, terlihat adanya karakteristik kepribadian yang negatif yang ditunjukkan saat masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain. Tidak jarang situasi mengarah pada konflik yang diwarnai oleh reaksi-reaksi emosi negatif .




3. Struktur kelompok.
Kelompok kerja bukanlah gerombolan yang tidak terorganisasi. Kelompok kerja mempunyai suatu struktur yang membentuk perilaku anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan bagian besar dari perilaku individual di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri. Yang termasuk dalam variabel struktur kelompok adalah kepemimpinana formal, peran, norma, status, ukuran serta kepaduan.

a. Kepemimpinan formal
Hampir setiap kelompok kerja memiliki seorang pemimpin formal yang dapat memainkan peranan penting dalam keberhasilan kelompok. Begitu juga organisasi “KASIH” diatas, memiliki seorang pemimpin formal yaitu seorang manajer lapangan yang menjadi pemimpin bagi seluruh koordinator beserta dengan para anggotanya, yaitu seorang lulusan D3 manajemen. Namun, kepemimpinan formal tersebut kurang memainkan peranan dalam menghasilkan keberhasilan kelompok.

b. Peran
Masing-masing orang di dalam kelompok memiliki peran masing-masing. Baik sebagai pemimpin, maupun yang dipimpin. Dan masing-masing orang yang ada dalam kelompok bekerja sesuai perannya masing-masing. Begitu pula organisasi “KASIH”, organisasi ini memiliki pemimpin dan anggota organisasi. Namun Pimpinan (manajer lapangan) organisasi ini sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya. Hal ini memperlihatkan peran pemimpin yang seharusnya dapat menghasilkan kebijakan yang baik bagi seluruh bagian dari organisasi tidak terpenuhi sehingga mengakibatkan kondisi yang kurang nyaman di dalam lingkungan organisasi. Karena hal ini juga peran koordinator kegiatan yang seharusnya dapat menjadi penghubung yang baik antara pimpinan dengan anggotanya tidak maksimal.

c. Norma
Di dalam organisasi terdapat peraturan tidak tertulis atau standar tertentu yang menentukan dapat diterima atau tidaknya suatu perilaku di dalam organisasi yang digunakan oleh seluruh anggota organisasi. Pada organisasi “KASIH” ini terdapat masalah yang berkaitan dengan pelanggaran norma tersebut. Di dalam organisasi tersebut terdapat anggota yang pacaran dengan sesama anggota. Mereka sering memisahkan diri dari anggota lain untuk pacaran atau bahkan berlaku mesra di hadapan anggota lainnya. Perilaku ini merupakan perilaku yang tidak diharapkan di dalam organisasi karena selain mengganggu kenyamanan suasana kerja juga menurunkan kinerja anggota lainnya yang merasakan ketidaknyamanan suasana tersebut

d. Status
Di dalam organisasi terdapat status tertentu, mulai dari yang rendah hingga ke tinggi. Orang akan bekerja sama lebih lancar jika yang berstatus lebih tinggi dapat membangkitkan tindakan pada yang berstatus lebih rendah. Misalnya dalam organisasi “KASIH” ini mulai dari anggota, koordinator kegiatan hingga pemimpin. Pemimpin seharusnya dapat memahami anggota sesuai dengan kemampuan anggota yang dibawahi sehingga anggota merasa dibutuhkan. Pimpinan organisasi “KASIH” menurut kasus diatas sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan. Kebijakan yang dihasilkannya sering tidak sesuai dengan kemampuan anggotanya secara keseluruhan sehingga banyak keluhan dari bawahannya. Hal ini menyebabkan tidak lancarnya hubungan kerja sama antara pmpinan dan bawahan. Selain itu terdapat pula hal terkait dengan sistem formal dan informal di dalam organisasi. Para bawahan tidak lansung menyampaikan pendapat atau keluhannya langsung kepada pimpinan, tetapi melalui orang tertentu yang statusnya sedikit lebih tinggi dari anggota namun tidak lebih tinggi dari pimpinan. Dalam hal ini, di dalam organisasi ”KASIH” memiliki koordinator kegiatan yang menjembatani komunikasi antara anggota dengan pimpinan.


e. Ukuran
Ukuran suatu kelompok mempengaruhi perilaku keseluruhan dari kelompok itu tetapi efeknya bergantung pada variabel mana yang diperhatikan. Kelompok yang besar sangat baik untuk memperoleh masukan yang beraneka, tetapi kelompok kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif dengan masukan tersebut. Organisasi “KASIH” memiliki 22 orang anggota. Dalam hal ini organisasi tersebut tergolong pada suatu kelompok yang besar. Kelompok yang besar ini mengalami perpecahan sehingga kelompok yang seharusnya efektif dan produktif dalam melaksanakan tugas oranisasi mengalami penurunan kinerja. Setelah terpecah berdasarkan profesi yang sama, situasi tidak nyaman juga terjadi di antara sesama anggota tersebut sehingga ikut menghambat kegiatan organisasi.

f. Kepaduan
Merupakan tingkat dimana anggota-anggota kelompok satu sama lain saling tertarik dan termotifasi untuk tetap berada dalam kelompok. Kepaduan dan produktivitas sangat erat kaitannya tergantung pada norma-norma yang berkaitan dengan kinerja yang dibangun oleh kelompok. Pada awalnya organisasi “KASIH” ini produktif, karena seluruh anggota berinteraksi dengan baik dan menghabiskan sejumlah besar waktu bersama. Namun setelah setahun, kepaduan ini berkurang akibat perpecahan, kurangnya interaksi antara anggota kelompok secara keseluruhan. Hal ini juga berdampak pada situasi kerja yang tidak nyaman dan mempengaruhi motivasi kerja dari masing-masing anggota.

4. Proses kelompok
Perilaku kelompok dalam organisasi “KASIH” di atas tidak terlepas dari proses kelompok yang merupakan aktivitas penunjang bagi berjalannya struktur organisasi. Dalam proses kelompok ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan organisasi, yakni pola komunikasi, proses pengambilan keputusan, kepemimpinan, dinamika kekuasaan, juga manajemen stress dan konflik.

a. Pola komunikasi
Dalam kasus di atas terdapat masalah dalam pola komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Namun, komunikasi yang menyenangkan antar anggota kelompok pada akhir tahun pertama pada kasus organisasi “KASIH” ini dirasakan tidak berjalan dengan baik, sehingga diskusi yang mereka lakukan pun seringkali diwarnai dengan konflik.
Selain itu salah satu faktor yang dapat menumbuhkan terciptanya pola komunikasi interpersonal yang baik adalah adanya rasa empati yakni terbangkitnya afeksi didalam memahami sudut pandang orang lain. Namun hal ini kini tidak lagi ditemukan pada akhir tahun pertama, terbukti ketika diskusi-diskusi mengenai kasus atau masalah yang adapun tidak pernah dilakukan bersama lagi. Beberapa kali pernah dicoba, tetapi yang terjadi adalah diskusi dan debat yang tak memecahkan masalah, karena masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain.

b. Proses pengambilan keputusan kelompok
Proses pengambilan keputusan (decision making) merupakan pemilihan tindakan dari beberapa alternative yang ada dalam kelompok. Hal ini merupakan inti dari perencanaan. Sebuah rencana tidak dapat dikatakan ada kecuali sebuah keputusan sudah dibuat. Proses pengambilan keputusan tersebut bisa dianggap sebagai premising, pengidentifikasian alternatif-alternatif, pengevaluasian alternatif-alternatif dalam rangka mencapai tujuan dan pemilihan sebuah alternatif.
Dalam kasus organisasi “KASIH” di atas, tujuan tidak akan tercapai bila tidak ada keputusan yang diambil. Sangat disayangkan bahwa dalam kasus tersebut pada proses pengambilan keputusan tidak terjadi hal-hal yang harusnya dilakukan seperti pengidentifikasian alternatif-alternatif, pengevaluasian alternatif-alternatif dalam rangka mencapai tujuan sehingga berdampak pula pada penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan. Hal ini terlihat saat pimpinan (manajer lapangan) sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan (tidak mengidentifikasi masalah dan alternatifnya) serta mengambil keputusan tanpa pengevaluasian alternatif-alternatif. Pengambilan keputusan oleh manajer lapangan ini dirasakan tidak sesuai oleh koordinator kegiatan. Sehingga berpengaruh pada perilaku kelompok dan penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan.

c. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan masalah sentral dalam organisasi. Dalam kasus organisasi “KASIH” di atas, maju mundurnya organisasi, dinamis statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi, tercapai tidaknya tujuan organisasi, termasuk model perilaku dalam kelompok pun ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan yang diterapkan oleh manajer lapangan dalam kelompok.
Merujuk pada teori Gaya Kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960), gaya kepemimpinan yang dianut oleh manajer lapangan dalam organisasi di atas adalah gaya kepemimpinan otoriter. Dimana keputusan dan kebijakan seluruhnya ditentukan oleh manajer lapangan tersebut. Gaya kepemimpinan otoriter ini tidak cocok bila diterapkan dalam kasus organisasi “KASIH” tersebut. Hal ini tercermin dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer lapangan dianggap tidak sesuai oleh koordinator kegiatan, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya. Kondisi tidak nyaman itu tidak hanya dirasakan oleh para koordinator kegiatan, tetapi dirasakan juga oleh semua anggota organisasi, sehingga suasana dalam organisasi menjadi sangat tidak nyaman untuk bekerja dan berdampak menurunnya kinerja organisasi secara keseluruhan.

f. Dinamika kekuasaan
Dinamika kekuasaan identik dengan bagaimana proses kepemimpinan yang terjadi dalam suatu organisasi. Terkait dengan kepemimpinan yang terdapat dalam kasus diatas, kekuasaan yang tertinggi dimiliki oleh pemimpin organisasi, dimana pemimpin dari organisasi tersebut memiliki kekuasaan untuk mengarahkan para anggotanya. Namun, kekuasaan tersebut tidak digunakan dengan baik oleh pimpinan organisasi, hal itu terlihat saat pimpinan (manajer lapangan) sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya.

g. Manajemen stress dan konflik
Dalam kasus diatas, tidak terlihat adanya manajemen stress dan konflik yang baik. Stress atau adanya ketegangan yang terjadi antar para anggota kelompok dalam organisasi “KASIH” diatas terlihat saat anggota kelompok organisasi tersebut mulai menunjukkan adanya gejala perpecahan. Namun, walaupun sudah tampak adanya gejala perpecahan, pihak organisasi tidak melakukan tindakan penanganan secara dini untuk mengatasi situasi stress yang ada. Selain itu, dalam kasus diatas terlihat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi munculnya konflik dalam kelompok, faktor-faktor tesebut adalah expressed struggle, interdependence, dan incompatible behavior. Expressed struggle terlihat saat diskusi yakni saat masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tidak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain, Interdependence terlihat saat masing – masing profesi mau berjalan sendiri dan tidak lagi memperhatikan profesi yang lain dan Incompatible behavior terlihat saat diskusi dimana bebrapa kali terjadi debat yang tidak memecahkan masalah serta tidak jarang situasi mengarah pada konflik yang diwarnai oleh reaksi-reaksi emosi negatif .

5. Kinerja kelompok
Interaksi antar unit kerja dalam suatu suatu kelompok menentukan bagaimana kinerja kelompok yang dihasilkan dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain, interaksi menentukan seberapa jauh suatu kelompok dapat memenuhi kebutuhannya melalui keberhasilan mereka di dalam mencapai goal (efektifitas kelompok). Terkait dengan kasus diatas, terlihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi menunrunnya kinerja organisasi secara keseluruhan yang terjadi setelah satu tahun berjalannya organisasi, yaitu :
1) Tidak adanya kejujuran antara para anggota kelompok, dimana anggota yang merasa terganggu oleh adanya anggota lain yang berpacaran tidak segera menegur atau memberitahu secara baik-baik terhadap anggota yang berpacaran tersebut.
2) Tidak adanya kualitas hubungan yang baik, dimana masing – masing profesi mau berjalan sendiri dan tidak lagi memperhatikan profesi yang lain
3) Tidak adanya komunikasi yang baik antara para anggota, dimana hal tersebut terlihat saat sedang berlangsungnya diskusi dimana terjadi perdebatan yang tidak memecahkan masalah yang disebabkan karena masing-masing orang bersikeras dengan pendapatnya sendiri dan tak mau mencoba mengerti atau memahami yang lain.
4) Kurangnya kemampuan pemimpin organisasi dalam memahami masalah yang ada dilapangan sehingga mengakibatkan dan pengambilan keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya. Hal tersebut menyebabkan koordinator kegiatan harus menghadapi keluhan dari anak buahnya karena tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan disiplin ilmu mereka.












BAB IV
KESIMPULAN

Dilihat dari perspektif psikologi sosial, masalah-masalah yang muncul dalam kasus organisasi “KASIH” diatas disebabkan karena kurangnya interaksi antar unit kelompok yang terdapat dalam area masalah perilaku kelompok. Perilaku kelompok ini dipengaruhi oleh kondisi eksternal, sumber daya anggota kelompok, struktur kelompok, proses kelompok, dan kinerja kelompok
Masalah yang berkaitan dengan kondisi eksternal yang dikenakan terhadap organisasi “KASIH” tersebut adalah dalam hal strategi organisasi dimana setelah satu tahun berjalannya organisasi ini, terlihat adanya perilaku-perilaku kelompok yang tidak sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan, lalu dalam hal peraturan formal dimana tidak terlihat adanya peraturan formal yang dibuat oleh organisasi “KASIH” kepada semua anggota kelompoknya, sehingga menyebabkan perilaku anggota kelompok tersebut tidak konsisten dalam melakukan pekerjaannya, tidak berfungsinya sumber daya organisasi, evaluasi kinerja dan sistem ganjaran serta budaya organisasional yang ada dalam kelompok.
Masalah yang berkaitan dengan sumber daya anggota kelompok adalah dalam hal kemampuan serta karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh anggota kelompok dimana kedua hal tersebut terlihat kurang efektif dalam menghasilkan interaksi yang baik dalam kelompok.
Masalah yang berkaitan dengan struktur kelompok adalah kepemimpinan formal, peran, norma, status, ukuran serta kepaduan. Kepemimpinan formal yang ada dalam organisasi “KASIH” tersebut kurang memainkan peranan dalam menghasilkan keberhasilan kelompok begitu juga dengan peran pemimpin yang kurang memperlihatkan peran pemimpin yang seharusnya dimana pemimpin seharusnya dapat menghasilkan kebijakan yang baik bagi seluruh bagian dari organisasi selain itu juga peran koordinator kegiatan yang seharusnya dapat menjadi penghubung yang baik antara pimpinan dengan anggotanya. Begitu pula dengan norma, status ukuran serta kepaduan yang terdapat dalam organisasi tersebut tidak berjalan dengan baik yang mengakibatkan kurang efektifnya interaksi yang terjadi antar unit kelompok.
Masalah yang berkaitan dengan proses kelompok tidak terlepas dari pengaruh perilaku kelompok dalam mencapai tujuan organisasi, yakni pola komunikasi, proses pengambilan keputusan, kepemimpinan, dinamika kekuasaan, juga manajemen stress dan konflik.
Masalah dalam hal pola komunikasi yang terdapat dalam kasus diatas adalah dalam hal komunikasi interpersonal, komunikasi interpersonal yang menyenangkan antar anggota kelompok pada akhir tahun pertama pada kasus organisasi “KASIH” ini dirasakan tidak berjalan dengan baik, sehingga diskusi yang mereka lakukan pun seringkali diwarnai dengan konflik.
Masalah dalam hal proses pengambilan keputusan kelompok dalam kasus organisasi “KASIH” ini terlihat saat pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin tidak melalui proses identifikasi dan evaluasi alternatif-alternatif, sehingga mengakibatkan koordinator kegiatan menganggap keputusan yang diambil tersebut tidak sesuai.
Masalah dalam hal kepemimpinan terlihat saat pemimpin memberikan keputusan yang mana hal tersebut harus dilaksanakan oleh anggotanya tanpa adanya kompromi atau perundingan dengan anggota kelompok.
Masalah dalam hal dinamika kekuasaan terlihat saat kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin tidak digunakan dengan baik oleh pimpinan organisasi tersebut, hal itu terlihat saat pimpinan (manajer lapangan) sering tidak memahami masalah yang ada dilapangan dan mengambil keputusan yang menurut koordinator kegiatan tidak sesuai, tetapi karena keputusan pimpinan maka para koordinator kegiatan sekalipun dengan kesal atau berat hati tetap harus melaksanakannya.
Masalah dalam hal manajemen stress dan konflik terlihat saat organisasi tersebut mulai menunjukkan adanya gejala perpecahann namun walaupun sudah tampak adanya gejala perpecahan, pihak organisasi tidak melakukan tindakan penanganan secara dini untuk mengatasi situasi stress yang ada.
Masalah yang terdapat dalam kinerja kelompok terlihat saat terjadi penurunan dalam kinerja organisasi “KASIH” tersebut dimana terjadinya penurunan kinerja organisasi tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu tidak adanya kejujuran antara para anggota kelompok, tidak adanya kualitas hubungan yang baik, tidak adanya komunikasi yang baik antara para anggota, serta kurangnya kemampuan pemimpin organisasi dalam memahami masalah yang ada dilapangan. Seluruh masalah tersebut merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya masalah interaksi antar unit kelompok yang terjadi dalam kasus organisasi “KASIH”.

DAFTAR PUSTAKA

O. Sears, David., Freedman, Jonathan L., & Peplau, L. Anne. 1991. Psikologi Sosial Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Prenhallindo.

Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/05/perilaku-organisasi.html
(diunduh tanggal 19 Oktober 2010, pukul 21.24)

Jumat, 08 Oktober 2010

DECISION MAKING

Pengambilan keputusan (decision making) adalah pemilihan tindakan dari beberapa alternative yang ada; hal ini merupakan inti dari perencanaan. Sebuah rencana tidak dapat dikatakan ada kecuali sebuah keputusan sudah dibuat. Manajer kadang memandang pengambilan keputusan sebagai tugas utama mereka karena mereka harus secara konstan memilih apa yang harus diselesaikan, siapa yang melakukannya, dan kapan, dimana, serta bagaimana hal tersebut akan dilakukan. Pengambilan keputusan hanyalah sebuah langkah dalam perencanaan. Walaupun ketika hal itu dilakukan dengan segera dan dengan sedikit pemikiran atau ketika mempengaruhi tindakan hanya untuk beberapa menit, hal itu merupakan bagian dari perencanaan. Suatu tindakan jarang dapat dinilai secara independen karena hampir setiap keputusan harus diarahkan untuk rencana yang lainnya.

1. Pentingnya dan Keterbatasan Pengambilan Keputusan Rasional

Pada kenyataannya, berdasarkan kesadaran akan peluang dan tujuan, proses pengambilan keputusan adalah inti dari perencanaan yang sesungguhnya. Proses pengambilan keputusan tersebut bisa dianggap sebagai:
a. Premising
b. Mengidentifikasi alternatif-alternatif
c. Mengevaluasi alternative-alternatif dalam rangka mencapai tujuan
d. Memilih sebuah alternative, yaitu pengambilan keputusan


Rasionalitas Dalam Pengambilan Keputusan

Orang-orang bertindak atau memutuskan secara rasional sedang berusaha untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa tindakan. Mereka harus memiliki sebuah pengertian yang jelas mengenai tindakan-tindakan alternative mana yang dapat mencapai tujuan dalam keadaan dan keterbatasan yang ada. Mereka juga harus memiliki informasi dan kemampuan untuk menganalisis serta mengevaluasi alternative dalam penerangan tujuan yang dicari. Pada akhirnya, mereka harus memiliki keinginan untuk mengambil solusi terbaik dengan memilih alternatif yang paling efektif dalam memenuhi pencapaian tujuan.

Orang -orang jarang meraih rasionalitas yang sempurna, khususnya dalam pengelolaan. Di tingkat pertama, keputusan harus beroperasi untuk masa depan, dan masa depan hampir selalu melibatkan ketidakpastian. Di tingkat kedua, sangat sulit untuk mengenali semua alternative yang dapat diikuti untuk mencapai tujuan.

Rasionalitas Terbatas

Keterbatasan informasi, waktu, dan kepastian membatasi rasionalitas, bahkan jika seorang manajer mencoba benar-benar rasional dengan sungguh-sungguh. Karena secara praktis manajer tidak dapat sepenuhnya rasional, kadang mereka menggunakan ketidaksukaan mereka atas resiko yang mengganggu keinginan untuk mencapai solusi yang terbaik di bawah keadaan tertentu. Herbert Simon menyebutkan hal itu sebagai satisficing, yaitu memilih sebuah tindakan yang memuaskan atau cukup baik di bawah keadaan tertentu. Meskipun banyak keputusan manajerial dibuat dengan sebuah dorongan untuk “melalui” seaman mungkin, sebagian besar manajer melakukan usaha untuk dapat membuat keputusan terbaik mereka dalam batas-batas rasional dan berdasarkan tingkat dan sifat risiko yang dihadapi.

2. Pembuatan Alternatif dan Faktor Pembatas

Anggap saja kita sudah mengetahui tujuan dan sepakat dalam suatu perencanaan yang meiliki premis yang jelas, langkah pertama yang perlu dilakukan dalam pengambian keputusan adalah membuat suatu alternatif. Sebaiknya dalam setiap cara kerja, kita memiliki alternatif untuk melakukannya dalam bentuk yang lain. Kemampuan untuk membangun sebauah alternatif akan sama pentingnya dengan keampuan untuk memilih alternatif itu sendiri. Seorang manager akan memerlukan bantuan dalam mengevaluasi alternatif dan dampingan dalam memilih alternatif terbaik.

Faktor pembatas atau faktor strategis adalah sesuatu yang ada untuk mencampai tujuan yang diinginkan. Mengetahui faktor ini dalam suatu situasi memungkinkan untuk memperkecil pencarian alternatif dan menanggulangi faktor pembatas itu sendiri. Prinsip dari faktor pembatas adalah dengan mengetahui hal ini dan penanggulangannya, alternatif yang tepat akan dapat ditemukan.

3. Evaluasi Alternatif

Apabila telah menemukan alternatif-alternatif yang cocok, langkah berikutnya dalam perencanaan adalah evaluasi dan memilih salah satu yang akan memberikan kontribusi paling besar dalam proses pencapaian tujuan. Hal ini adalah inti dari pengambikan keputusan, walaupun keputusan harus dibuat dalam tahap perencanaan yang lain seperti menentukan premis utama, dan bahkan memlih alternatif.

Faktor Kualitatif dan Kuantitatif

Dalam perbandingan rencana alternatif untuk pencapaian tujuan, umumnya orang akan memikirkan secara eksklusif faktor kuantitaif. Faktor ini adalah faktor yang dapat diukur secara numerik, seperti waktu atau biaya operasional. Faktor kualitatifadalah faktor yang sulit diukur secara numerik, seperti kualitas hubungan pekerja atau iklim politik internasional. Banyak sekali perusahaan yang mengalami kegagalan rencana pemasaran karena faktor-faktor eksternal. Ini adalah salah satu hal yang membuat pentingnya untuk memerhatikan kedua faktor, baik kualitatif atau kuantitatif, dalam membandingkan alternatif.

Untuk evaluasi dan membandingkan faktor kualitatif dalam permasalahan perencanaan dan pengambilan keputusan, pertama kali manager harus mengenali faktor-faktor ini kemudian menentukan pengukuran kuantitatif yang masuk akal pada faktor-faktor ini. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka manager sebaiknya mencari tahu sebanyak mungkin tentang faktor ini, mungkin melakukan pengurutan berdasarkan kepentingan, membandingkan dampak yang mungkin terjadi pada faktor kuantitatif, dan pengambilan keputusan itu sendiri.

Marginal Analysis

Mengevaluasi alternatif-alternatif mungkin melibatkan pemanfaatan teknik analisis marginal untuk membandingkan pendapatan tambahan dan biaya tambahan yang timbul dari output yang meningkat. Ketika objective memaksimalkan keuntungan, goal akan tercapai. Dengan kata lain, jika pendapatan tambahan dari larger quantity lebih besar daripada biaya tambahannya, lebih banyak keuntungan dapat dihasilkan dengan produksi yang tinggi. Bagaimanapun, jika pendapatan tambahan dari larger quantity lebih rendah daripada biaya tambahannya, keuntungan yang lebih besar dapat dihasilkan dengan produksi yang rendah.
Analisis marginal dapat digunakan dalam membandingkan faktor-faktor lain selain biaya dan pendapatan. Sebagai contoh, untuk mencari output mesin terbaik, input mendapatkan berbagai output yang bertentangan sampai input tambahan sama dengan output tambahan. Hal ini kemudian akan menjadi poin efisiensi maksimum dari mesin.

Cost-Effectiveness Analysis

Cost-effectiveness analysis mencari rasio terbaik antara manfaat dan biaya; hal ini berarti, contohnya, mencari sedikitnya cara merugikan dalam mencapai objective atau mendapatkan nilai terbaik untuk mendapatkan pembelanjaan.

4. Selecting an Alternative: Three Approaches

Ketika menyeleksi beberapa alternatif, manajer dapat menggunakan tiga pendekatan dasar, yaitu: (1) experience, (2) experimentation, and (3) research and analysis.

Experience

Pengalaman di masa yang lalu rupanya memiliki peran yang besar dalam pengambilan keputusan. Manajer yang berpengalaman biasanya percaya, sering kurang menyadari, bahwa hal-hal yang telah mereka capai dan kesalahan-kesalahan yang mereka buat hampir semuanya menjadi petunjuk/panduan ke masa depan. Sikap ini lebih sering ditonjolkan pada manajer yang memiliki pengalaman yang lebih dan yang memiliki keinginan yang tinggi untuk bangkit dalam suatu organisasi/perusahaan.

Sejauh ini, pengalaman adalah guru terbaik. Fakta lain yang berbeda, manajer yang telah mencapai posisi tertentu muncul untuk membenarkan keputusan mereka yang lalu. Selain itu, proses berpikir dalam menangani masalah, pengambilan keputusan, dan melihat apakah program tersebut berhasil atau tidak memang dapat menyebabkan terbentuknya suatu tingkat penilaian yang baik (berdasarkan intuisi). Bagaimanapun, banyak orang yang tidak belajar dari kesalahan mereka, dan ada menajer yang tampaknya tidak berpengalaman tapi dipekerjakan pada perusahaan modern.
Tetapi, tak selamanya pengalaman yang lalu dapat dijadikan guru terbaik. Menjadikan masa lalu sebagai pedoman untuk masa depan terkadang dapat menimbulkan bahaya. Di satu sisi, sebagian orang ada yang tidak mampu menjelaskan apa penyebab kegagalan atau kesalahan yang pernah mereka alami. Sehingga orang-orang seperti ini biasanya akan mengulangi kesalahannya dengan alasan atau penyebab yang sama dengan kesalahan sebelumnya. Di sisi lain, pelajaran yang di dapat dari pengalaman mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan pada masalah-masalah baru. Untuk mendapatkan keputusan yang baik, maka harus ada evaluasi terhadap pengalaman masa lalu, sehingga dapat dipilih mana yang tepat untuk dipakai pada masalah yang dihadapi saat ini.
Dengan kata lain, jika seseorang berhati-hati dalam menganalisis pengalamannya, daripada mengikuti semua mentah-mentah pengalaman masa lalunya secara persis, dan jika dia menyaring pengalaman sebagai alasan fundamental dalam keberhasilan atau kegagalan, maka pengalaman dapat berguna sebagai dasar untuk analisis keputusan. Seperti contohnya ilmuwan yang tidak ragu-ragu untuk melakuakan penelitian yang sebelumnya telah diteliti orang lain, kemudian menjadikan penelitian sebelumnya sebagai acuannya dan tentunya tidak menduplikasi penelitian orang lain. Maka manajer dapat mencontoh cara para ilmuwan tersebut.

Experimentation

Cara tepat untuk memilih berbagai alternatif adalah dengan mencoba salah satunya dan kemudian memperhatikan apa yang terjadi. Percobaan ini biasanya digunakan dalam penyelidikan sains. Orang-orang berpendapat bahwa hal tersebut sebaiknya lebih sering dilakukan dalam manajerial dan merupakan satu-satunya cara seorang manajer untuk memastikan bahwa beberapa rencana tersebut tepat (khususnya dalam melihat faktor-faktor tak nyata) serta mencoba bermacam alternatif dan mencari yang terbaik.

Teknik eksperimen sepertinya menjadi teknik yang mahal, khususnya jika sebuah program membutuhkan biaya yang besar untuk modal dan personalia serta jika perusahaan tidak bisa mencoba beberapa alternatif lain. Disamping itu, setelah percobaan telah dilakukan, masih ada keraguan pada apa yang dibuktikan, karena masa yang akan dating tidak akan sama dengan saat ini. Bagaimanapun teknik ini seharusnya dilakukan setelah mempertimbangkan alternatif lain.

Di sisi lain, ada keputusan yang tidak bisa dibuat sampai cara terbaik dari aksi tindakan itu dapat dipastikan dalam percobaan. Baik gambar an dari pengalaman ataupun penelitian yang sangat teliti sekalipun tidak selalu memastikan manajer mengambil keputusan yang tepat.
Contoh penggunaan teknik percobaan ini adalah sebuah perusahaan yang mencoba produk baru pada pasar tertentu sebelum dipasarkan lebih luas. Teknik organisasi sering juga dicoba di kantor cabang sebelum digunakan pada perusahaan secara menyeluruh.

Research and Analysis

Research dan analysis merupakan salah satu teknik yang paling efektif untuk memilih beberapa alternatif ketika keputusan utama dilibatkan. Dengan kata lain, pemecahan masalah dilakukan dengan memahami permasalahan tersebut terlebih dahulu. Hal ini akan melibatkan hubungan diantara variabel, hambatan, dan lingkungan kerja yang menunjang tujuan yang dicari.

Pemecahan masalah rencana membutuhkan pemecahan komponen-komponennya dan mempelajarinya dalam berbagai faktor kualitatif dan kuantitatif. Langkah utama yang diambil pada pendekatan research dan analysis adalah membangun sebuah model yang menggambarkan permasalahannya. Gambaran yang paling berguna adalah representasi dari variabel dalam situasi masalah dengan hubungan matematis. Mengkonsepkan suatu permasalahan adalah langkah pertama terhadap solusi. Psysical science telah mengandalkan model matematika untuk melakukan hal ini dan hal ini juga memberi harapan terhadap pengambilan keputusan.

5. Programmed and Nonprogrammed Decisions

Programmed decision diterapkan pada permasalahan yang terstuktur dan rutin. Contohnya adalah permintaan terhadap barang-barang inventaris yang memenuhi standar. Keputusan ini digunakan untuk pekerjaan yang rutin dan berulang. Hal ini mengandalkan kriteria utama yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, efeknya adalah keputusan yang diambil menjadi patokan untuk keputusan selanjutnya.
Nonprogrammed decision digunakan untuk sesuatu yang tidak terstruktur, novel, dan situasi yang tidak terdefinisi dari keadaan yang tidak berulang. Misalnya pengenalan dari Macintosh computer oleh Apple atau pembangunan dari four-wheel-passenger dari Audi. Pada kenyataannya, hal ini merupakan keputusan yang strategis. Namun secara umum, hal ini merupakan nonprogrammed decisions karena membutuhkan penilaian subjektif.

Pada umumnya, keputusan yang diambil adalah kombinasi programmed dan nonprogrammed decisions. Kebanyakan nonprogrammed decisions diambil oleh manager yang memiliki level yang lebih tinggi karena harus berurusan dengan masalah yang tidak terstruktur. Permasalahan yang lebih rendah pada suatu organisasi lebih rutin dan terstruktur serta membutuhkan kebijakan keputusan nyang lebih sedikit dari manager dan nonmanager.


6. Pembuatan Keputusan dalam Kepastian, Ketidakpastian, dan Resiko

Setiap keputusan yang dibuat di sebuah lingkungan pasti memiliki ketidakpastian, walau derajatnya berbeda-beda dari ketidakpastian yang relatif sampai ketidakpastian yang kentara. Pada situasi yang melibatkan kepastian, orang secara masuk akal merasa yakin terhadap apa yang akan terjadi ketika mereka membuat keputusan. Informasi tersedia dan dianggap dapat dipertanggungjawabkan, dan hubungan sebab akibat diketahui.

Sedangkan dalam situasi yang tidak pasti, orang hanya memiliki data yang terbatas, mereka tidak tahu apakah datanya dapat dipertanggungjawabkan, dan mereka tidak yakin apakah situasi akan berubah atau tidak. Mereka juga tidak dapat mengevaluasi interaksi dari variabel-variabel yang berbeda. Misalnya perusahaan yang berusaha membuat ekspansi ke negara yang tidak familiar.

Dalam ketidakpastian, pembuatan keputusan dapat dikembangkan dengan cara mengestimasi objektif kemungkinan dari sebuah keluaran dengan misalnya, menggunakan model matematika. Salah satu kekurangan dari menggunakan pendekatan tradisional operasi riset untuk pemecahan masalah adalah banyak dari data yang digunakan adalah estimasi atau dari kemungkinan-kemungkinan. Praktek yang biasa dilakukan adalah meminta “estimasi terbaik” dari para staf spesialis.
Jadi, setiap keputusan adalah berdasarkan interaksi beberapa variabel-variabel yang penting, yang banyak di antaranya memiliki elemen ketidakpastian, tapi mungkin, derajat kemungkinan yang tinggi.

7. Kreativitas dan Inovasi

Salah satu faktor penting dalam mengelola orang-orang adalah kreativitas. Sebenarnya ada perbedaan antara kreativitas dengan inovasi. Kreativitas adalah kemampuan dan kekuatan nuntuk menciptakan ide baru, sedangkan inovasi adalah penggunaan dari ide tersebut. Dalam satu organisasi, hal tersebut bisa berarti sebuah produk baru, pelayanan baru, atau cara baru melakukan sesuatu.

PROSES KREATIF

Proses kreatif jarang yang bersifat sederhana dan linear. Sebagai gantinya, proses kreatif tersebut terdiri dari empat fase yang tumpang tindih dan saling terkait, yaitu:
1. Proses scanning yang tidak disadari
2. Intuisi
3. Insight
4. Perumusan logis

Fase pertama, unconscious scanning, sulit dijelaskan karena berada di luar kesadaran. Scanning ini biasanya membutuhkan perhatian penuh terhadap suatu masalah, yang mungkin saja kabur di dalam pikiran. Sampai sekarang, manajer yang bekerja dalam kejaran waktu sering membuat keputusan yang terburu-buru, daripada menghadapi secara menyeluruh dari keambiguan dan masalah yang tidak jelas.
Fase kedua, intuisi, menghubungkan ketidaksadaran dengan kesadaran. Tahap ini mungkin melibatkan kombinasi beberapa faktor yang pada awalnya terlihat bertentangan. Intuisi membutuhkan waktu untuk bekerja. Hal ini juga mengharuskan orang untuk menemukan kombinasi baru dan menggabungkan konsen dan ide yang berbeda-beda. Jadi, seseorang harus memikirkan masalahnya. Berpikir secara intuitif memiliki berbagai macam cara, seperti brainstorming.

Insight, fase ketiga dari proses kreatif pada umumnya adalah hasil dari kerja keras. Contohnya, sejumlah ide dibutuhkan dalam pengembangan suatu produk yang terpakai, sebuah layanan baru, atau proses baru. Hal yang menarik adalah insight mungkin saja muncul pada saat pemikiran tidak terfokus secara langsung kepada masalah yang ada. Bagaimanapun, insight yang baru bisa berlangsung hanya beberapa menit saja, dan seorang manajer yang efektif mengambil keuntungan dengan menyiapkan pensil dan kertas untuk membuat catatan ide yang kreatif tersebut.
Fase terakhir dalam proses kreatif adalah perumusan atau verifikasi (pengujian). Insight perlu diuji dengan sebuah logika atau eksperimen. Hal ini bisa dilengkapi dengan mengerjakan gagasan tersebut atau meminta kritik dari orang lain.

Brainstorming

Kreativitas dapat diajarkan. Pemikiran kreatif sering menjadi buah atas usaha tambahan. Beberapa teknik fokus pada interaksi grup, yang lainnya pada aksi individual.
Salah satu dari teknik terkenal untuk memfasilitasi kreativitas dikembangkan oleh Alex F. Osborn, yang dikenal sebagai bapak brainstorming. Tujuan dari pendekatan ini adalah meningkatkan pemecahan persoalan dengan mencari solusi baru dan tidak biasa. Dalam sesi brainstorming, berbagai ide menjadi sebuah keharusan. Peraturan yang harus diikuti :
• Tidak ada ide yang akan dikritisi
• Semakin radikal idenya, semakin baik
• Kuantitas ide produksi ditekan
• Peningkatan ide dari yang lain didukung
Penelitian menunjukkan bahwa orang cenderung dapat berkembang lebih baik jika bekerja sendiri dibanding dalam grup. Namun, penelitian lainnya menunjukkan bahwa dalam beberapa situasi, pendekatan grup dapat memberi hasil yang baik. Penerimaan ide baru biasanya lebih baik jika keputusan dibuat oleh grup.

Limitation of Traditional Group Discussion

Walaupun teknik brainstorming memberi banyak ide kreatif, namun itu dapat memberi asumsi yang salah bahwa kreativitas hanya dapat berkembang dalam grup. Sebaliknya, grup biasa juga dapat menghasilkan kreativitas. Sebagai contoh, anggota grup mungkin memiliki ide alternatif lain. Seseorang yang ahli dalam sebuah topik mungkin enggan membagi pikirannya dalam grup karena takut dianggap lelucon. Tekanan untuk berpendapat seringkali menghambat ekspresi untuk memberikan opini lain. kebutuhan untuk bersama dengan yang lain dapat lebih kuat dibanding kebutuhan untuk mengeksplorasi kreativitas yang menghasilkan ide kurang populer sebagai alternatif menyelesaikan masalah. Akhirnya, karena mereka membutuhkan keputusan, grup tidak dapat memberikan hasil atas kebutuhan mereka untuk mencari data yang relevan untuk membuat keputusan.

MANAJER KREATIF
Orang yang kreatif adalah orang inquisitive dan muncul dengan beragam ide yang baru dan tidak biasa; mereka biasanya jarang puas dengan status quo mereka. Meskipun pintar, mereka jarang bersandar pada proses rasional, tetapi juga melibatkan aspek emosi dalam kepribadian mereka dalam memecahkan masalah. Individu yang kreatif selalu waspada terhadap diri mereka dan mampu melakukan penilaian sendiri.
Orang kreatif memberi kontribusi yang besar pada sebuah perusahaan. Namun, pada saat yang bersamaan mereka juga menimbulkan kesulitan bagi organisasi. Individu kreatif mungkin mengganggu/merusak dengan mengabaikan kebijakan, peraturan, dan regulasi yang berlaku. Orang yang kreatif memerlukan kebebasan dalam mengejar ide mereka, tetapi tidak terlalu banyak sehingga mereka membuang-buang waktu atau tidak memiliki cukup waktu untuk berkolaborasi dengan orang lain dalam mencapai tujuan umum.
Kreativitas pada kebanyakan individu mungkin tidak terpakai pada banyak kasus, terlepas dari fakta bahwa inovasi yang tidak biasa dapat menjadi keuntungan bagi perusahaan. Perlu diingan bahwa kreativitas bukanlah pengganti penilaian manjerial. Dalam hal itu, manajer adalah orang yang harus menentukan dan mengukur resiko yang terkandung dalam mengejar ide yang tidak biasa dan menerjemahkannya ke dalam inotasi praktis.

WORKING BEHAVIOUR ( Perilaku Kerja )

A. Definisi

Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja.

1. Perilaku Kerja menurut Bond and Meyer (1987 : 40 )
Perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan perilaku-perilaku dimana hal tersebut sangat penting di setiap pekerjaan dan situasi kerja.

2. Perilaku Kerja menurut Robbins (2002 : 35 dan 39 )
Perilaku kerja yaitu dimana orang-orang dalam lingkungan kerja dapat mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja. (Robbins menekankan pada sikap yang diambil oleh pekerja untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan di lingungan tempat kerja mereka).

3. Definisi yang lain menyebutkan bahwa perilaku kerja merupakan kemampuan kerja dan perilaku-perilaku darai para pekerja dimana mereka menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di tempat mereka bekerja.

B. Pentingnya perilaku kerja

Kerberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Oleh karena itu diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang konsisten dan positif. Menurut Sinamo (2002), ada delapan paradigma di tingkat perilaku kerja yang sanggup menjadi basis keberasilan baik di tingkat pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu :
a. Bekerja tulus,
b. Bekerja tuntas,
c. Bekerja benar,
d. Bekerja keras,
e. Bekerja serius,
f. Bekerja kreatif,
g. Bekerja unggul, dan
h. Bekerja sempurna.

C. Perilaku kerja menurut gender

Menurut Gray (2002: 401), mengemukakan bahwa antara pria dan wanita harus mengetahui bahwa perbedaan gender bisa mempengaruhi perilaku kerja mereka. Tanpa disadari oleh kaum pria dan wanita, banyak ucapan atau perilaku yang dianggap wajar oleh masing-masing gender dapat menyinggung perasaan dan harga diri lawan jenis. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan konflik yang ujung-ujungnya juga dapat mempengaruhi perilaku kerja serta mengganggu suasana kerja yang nyaman.
Gray (2002: 403) untuk menciptakan perilaku kerja yang baik harus memperhatikan :
1. Komunikasi pria dan wanita,
2. Perasaan di tempat bekerja,
3. Menetapkan batasan dalam tiap perilaku kerja,
4. Mengingatkan berbagai perbedaan yang ada
Kesimpulan:
Perilaku kerja antara pria dan wanita tidak sama. Dalam memahami perilaku kerja menurut gender dibutuhkan komunikasi dan pemahaman yang penuh, sehingga tidak mengakibatkan konflik dalam bekerja.

D. Indikator perilaku kerja

1. Indikator menurut kamus Oxford (2000: 690)
Indikator menurut kamus Oxford is a sign that shows you what something is like or how situation is changing. Yang artinya yaitu suatu petunjuk atau tanda yang menunjukkan bagaimanakah dengan suatu keadaan atau bagaimana suatu situasi berubah-ubah. Di dalam perilaku kerja juga terdapat indikatornya, dimana indikator tersebut juga merupakan hal-hal yang dapat mengukur sampai sejauh mana perilaku kerja dapat berperan di tempat kerja.

2. Indikator perilaku kerja menurut Anthony & Jansen (1984: 41)
Menurut Anthony & Jansen ada indikator yang benar-benar mempengaruhi perilaku kerja, yaitu :
a. Getting along (keramahtamahan)
Menurut kamus idiomatic NTC’s (1993: 291) yaitu (for people or other creatures) to be amiable with one another. Yang artinya ramah terhadap satu dengan yang lainnya. Contohnya yaitu seperti hubungan dengan antar para pekerja dan atasan. Hal ini berarti bahwa suatu hubungan yang ramah dapat mempengaruhi perilaku kerja antar pekerja dan atasan. (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene : 42).

b. Doing the job(melakukan pekerjaan, contoh : kualitas pekerjaan)
Melakukan suatu pekerjaan harus dilakukan dengan baik agar dapat mengukur suatu kualitas pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene : 42).

c. Being dependable (dapat diandalkan, dalam hal ini contohnya ketepatan waktu)
Menurut Oxford Dictionary “being dependable” is that can be relied on to do what you want or need. Yang artinya seorang pekerja harus bisa diandalkan.
Contohnya seperti ketepatan waktu untuk mask kerja atau menghadiri rapat (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

3. Indikator kerja menurut Griffiths
Empat indikator kerja menurut Griffiths (1973: 41 dan 42), yaitu :

a. Social relationships—response to supervision
Seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak di jalan yang benar dan mengingatkan apabila ada kesalahan. (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

b. Task competence (kemampuan untuk melakukan pekerjaan)
Ada tanggung jawab dan kesadaran dari para pekerja dalam melaksanakan seluruh tugasnya karena mereka memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

c. Work motivation (motivasi kerja)
Adanya kemauan untuk bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

d. Initiative—confidence (inisiatif—percaya diri)
Menurut kamus Oxford (2000, 699) initiative is the ability to decide and act on your won without waiting for somebody to tell your what to do. Sedangkan menurut kamus Oxford (2000, 272) confidence is a belief in your own ability to do things and be succesfull. Keduanya dapat diartikan yaaitu dalam perilaku kerja yang baik harus memupuk rasa percaya diri yang penuh serta mengambil inisiatif bahwa semua pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan jobdesc yang ada.

4. Indikator perilaku kerja menurut Bryson et al (1997: 41 dan 42)
Empat indikator yang mempengaruhi perilaku kerja menurut Bryson et al, yaitu:

a. Cooperatives—social skills (kemampuan berhubungan sosial)
Menurut Oxford (2000, 270) cooperativeness is involving doing something together or working together with others towards a shared aim. Yang memiliki arti yaitu mengandalkan kemampuan sosial untuk bekerjasama dengan antar para pekerja untuk mencapai suatu tujuan bersama.

b. Work quality (kualitas pekerjaan)
Para pekerja harus menunjukkan kualitas kerja yang baik agar dapat diakuai dan dihargai (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

c. Work habits (kebiasaan kerja)
Kebiasaan kerja dihubungkan dengan perilaku yang positif dan negatif di tempat kerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

d. Personal presentation (pengendalian diri, contoh : tidak menjadi mudah marah dan agresif dan tidak berperilaku aneh)
Di tempat kerja harus dapat mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang profesional dalam bekerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

5. Indikator perilaku kerja menurut Tsang & Chiu (2000: 41 dan 42)
Tiga indikator penting yang mempengaruhi perilaku kerja, yaitu :

a. Social behavior (hubungan sosial)
Dapat menunjukkan perilaku sosial yang sesuai dengan aturan dan norma yang ada di tempat kerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

b. Vocational skill (keahlian atau jemampuan berdasarkan kejuruan)
Menurut Oxford (2000: 1506) vocational skills is connected with the skills, knowledge. That you need to have in order to do a particular job. Yang artinya hal tersebut berhubungan dengan kemampuan atau pengetahuan. Dan hal tersebut dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan.
Contohnya yaitu kemampuan kejuruan memasak dibutuhkan oleh seorang koko sehingga keahlian memasaknya yang sesuai dengan kejuruan yang diambil diperlukan di tempat ia bekerja.

c. General behavior (perilaku umum)
Perilaku umum yang ditunjukkan akan dapat diketahui untuk mendeteksi perilaku kerja para karyawan (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).

E. Faktor-faktor perilaku kerja

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja di tempat kerja, yaitu :

1. Lingkungan kerja
Di dalam suatu lingkungan kerja harus benar-benar memberikan rasa aman bagi para pekerja. Para pekerja atau karyawan menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan kerja, baik dari strategi kenyamanan pe\ribadi maupun kemudahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Lingkungan fisik yang aman, nyaman, bersih dan memiliki tingkat gangguan minimum sangat disukai oleh para pekerja (Robbins, 2002 : 36).

2. Konflik
Konflik dapat konstruktif atau destruktif terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit. Tapi sebagian besar konflik cenderung merusak perilaku kerja yang baik karena konflik akan menghambat pencapaian tujuan dari suatu pekerjaan (Robbins, 2002: 199).

3. Komunikasi
Dalat memahami perilaku kerja, komunikasi merupakan salah satu faktor terpenting yang berperan sebagai penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti (Robbins, 2002: 146).

Selasa, 28 September 2010

PIO ( Psikologi Industri Organisasi )

Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa psikologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia. Sementara psikologi industri adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam setting kerja. PIO sendiri merupakan ilmu terapan sama halnya dengan psikologi klinis, psikologi militer, dan psikologi penerbang.

1. Definisi

a. Definisi PIO menurut Munsterberg (dalam Berry 1988)

“Psikologi industri dan organisasi (I/O) adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja.”

b. Definisi PIO menurut Munandar (2001)

“ Psikologi industri dan organisasi (I/O ) adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen, baik secara perorangan maupun secara kelompok, dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama.”

c. Definisi PIO menurut Guion ( dikutip dalam Muchinsky, 1983 )

“Industrial and organization psychology is the scientific study of the relationship between man and the world at work; the study of adjustment people make to the places they go, the people they meet and the things they do in the process of making a living”.

d. Definisi PIO

“Industrial/Organizational (I/O) psychology is the branch of psychology that is concerned with the study of behavior in work settings and the application of psychology principles to change work behavior”.

e. Definisi PIO menurut Blum dan taylor (1968)

Psikologi Industri Organisasi sebagai, “… simply the application or extension of psychological facts and principles to the problem concerning human being operating within the context of business and industry”.

f. Definisi PIO menurut Society of Industrial and Organizational Psychology (SIOP, APA Division 4)

“Industrial/Organizational (I/O) psychology is both the study of behavior in organizational and work setting and application of the methods, facts, and principle og psychology to individual and groups in organizational and work settings.”

Jumat, 24 September 2010

OBSERVASI ( Psikodiagnostika II )

Its Psychodiagnostics time with my big brother !!! haha ...

                               OBSERVASI

Okay .. Masuk semester V di Fakultas Psikologi UNPAD nih.. hehehe ..
Kali ini accir coba tulis beberapa hal mengenai OBSERVASI, diantaranya definisi observasi, hal yang dibutuhkan untuk melakukan observasi, kegunaan observasi, juga teknik observasi.


********************************************************************************************

MIND MAP ABOUT OBSERVASI


Penjelasan

1.      Definisi Observasi

a.       Menurut Poerwandari (2007), pengertian observasi adalah:
Observasi adalah suatu aktivitas dalam mengenal tingkah laku individu dan biasanya diakhiri dengan mencatat hal-hal yang penting dan merupakan studi yang dilakukan dengan sengaja dan secara sistematis melalui proses pengamatan atau gejala-gejala spontan yang terjadi pada saat itu.
Ø  Dr. Kristi Poerwandari adalah Ketua Program Studi Kajian Wanita (Program Studi Kajian Gender) Program Pascasarjana Universitas Indonesia (PSKW UI). Ia mengemukakan pengertian tentang observasi dalam bukunya yang berjudul Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Terbitan tahun 2007, Depok : LPSP3. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.
Ø  Tujuan dan setting observasi yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah sebagai berikut:
-  Tujuan observasi adalah untuk mengumpulkan data esensial dalam penelitian, terutama dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif.
-  Observasi yang dimaksud dalam hal ini dilakukan dalam setting penelitian psikologis, yang dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah.
Sumber :
(diunduh tanggal: 20 september 2010, pukul 19.08)
b.      Menurut Nurhusni Atmanegara (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Tematik pada Pelajaran IPA Kelas II SD Muhammadiyah Negeri Sukonandi Yogyakarta Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta”  :
Metode observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap satu objek dengan menggunakan selruh alat indera.
Ø  Tujuan dan setting observasi yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah sebagai berikut:
-  Tujuan observasi dalam penelitiannya adalah untuk mendapatkan gambaran awal tentang pembelajaran tematik.
-  Dalam penelitian ini, teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi sistematis, yaitu observasi yang dilakuakan dengan menggunakan pedoman instrumen sebagai pengamatan.
-  Observasi yang dilakukan dalam penelitiannya digunakan dalam setting Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif dimana peneliti melakukan observasi dalam kegiatan pembelajaran guru dan siswa di kelas. Setting penelitiannya dilakukan di lingkungan kelas tempat subjek melakukan kegiatan pembelajaran.
Sumber:
(diunduh tanggal: 19 september 2010, pukul 04.12)
c.       Definisi observasi menurut Banister (1994)
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Sebagai metode yang paling dasar dan paling tua, dasar karena dalam setiap aktivitas psikologi ada aspek observasi
Semua bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif mengandung aspek obsevasi
Dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah.
Sumber :
(diunduh tanggal: 8 september: 13.09)
d.      Definisi observasi menurut Weick (1986)
An observational method is defined as the selection, provocation, recording and encoding of that set of behaviours and setting concerning organism ‘insitu’ which is consisten with empirical aims”.
Sumber :
·         diktat psikologi diagnostika VII

e.       Definisi observasi lainnya :
·         Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/fakta yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem. Observasi adalah pengamatan langsung para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan.
Sumber :  
( diunduh 8 September 2010, pukul 23.00)
·         Metode observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati perilaku manusia baik dalam lingkup natural maupun khusus (perilaku merupakan manifestasi dari kepribadian, emosi, tingkat IQ).
Sumber :
(diunduh 8 September 2010, pukul 23.00)

2.      Hal yang dibutuhkan untuk melakukan observasi
Menurut Rummel merumuskan petujuk-petunjuk penting yang dibutuhkan untuk bisa melakukan observasi, yaitu:
a)         Mengetahui/memperoleh pengetahuan mengenai hal yang akan diobservasi
Penyelidik dapat mengobservasi dan mengingat-ingat lebih banyak sifat-sifat khusus dari sesuatu jika dia telah mempunyai pengetahuan lebih dahulu tentang apa yang akan diobservasi dan jenis fenomena-fenomena apa yang perlu dicatat.
b)        Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus
Selidiki tujuan-tujuan yang umum maupun khusus dari masalah-masalah penelitian untuk menentukan apa yang harus diobservasi. Perumusan masalah dan aspek-aspek khusus dari penyelidikan akan menentukan apa yang harus diobservasi. Selidiki secara mendalam dan gunakan penyelidikan-peyelidikan yang terdahulu yang mempunyai hubungan dengan problematik penelitian yang akan dilakukan untuk memperoleh petunjuk-petunjuk tentang apa yang diobservasi dan dicatat.
c)         Membuat tata cara observasi (metode dan alat)
Buatlah suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi. Tetapkan lebih dahulu simbol-simbol statistik atau rumusan-rumusan deskriptif yang akan digunakan untuk mencatat hasil-hasil observasi. Cara ini akan menghemat waktu dan menyeragamkan tata kerja observasi yang dilakukan terhadap banyak peristiwa. Banyak orang merasa perlu mencatat-catat hasil observasi, tetapi tidak berhasil untuk melakukan itu karena ketiadaan cara pencatatn yang efisien. Untuk mencatat hasil observasi umumnya digunakan check list. Check list akan menghemat pencatatan sampai minimal dan jika dibuat secara cermat akan memungkinkan penyelidik mencatat secara teliti unsur-unsur khusus dari gejala yang akan diselidiki.
d)        Membatasi dengan tegas hal-hal yang akan diobservasi
Adakan dan batasai dengan tegas macam-macam tingkat kategori yang akan digunakan, kecuali mencatat jumlah frekuensi dari suatu jenis tingkah laku, kerapkali perlu sekali penyelidik mengetahui besar kecilnya jenis tingkah laku yang muncul.
e)        Melakukan observasi dengan secermat-cermatnya.
f)          Membuat hasil catatan-catatan/observasi.
g)         Memahami pencatatan dan penggunaan alat.
Sumber:
(diunduh tanggal: 8 september 2010, pukul: 14.32)
Selain itu, menurut Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA. , (2004)untuk memperoleh data-data melalui proses observasi, dibutuhkan instrumen-instrumen observasi, antara lain sebagai berikut :
1.       Pedoman Observasi
Pedoman observasi merupakan garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan yang akan diobservasi.
2.       Check List
o   adalah suatu daftar yang berisi nama-nama subyek dan faktor-faktor yang hendak diteliti.
o   Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang dicantumkan & peneliti tinggal memberikan tanda-tanda cek (√) secara cepat dan obyektif tentang ada tidaknya aspek perbuatan yang tercantum dalam list.
o   Check list dimaksudkan untuk mensistematikan catatan observasi. Dengan check list ini lebih dapat dijamin bahwa penyelidik mencatat tiap-tiap kejadian yang telah ditetapkan hendak diselidiki.
3.       Skala Penilaian (Rating Scale)
o   Rating scale adalah pencatatan gejala menurut tingkat-tingkatnya
o   Rating scale umumnya terdiri dari suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang harus dicatat secara bertingkat.
o   Observer diminta mencatat pada tingkat yang bagaimana suatu gejala atau ciri tingkah laku timbul.
o   Rating scale ini sangat populer karena pencatatanya sangat mudah, dan relatif menunjukkan keseragaman antara pencatat dan sangat mudah untuk dianalisis secara statistik.
o   Rating scale mempunyai kesamaan dengan ckeck list. Observer tinggal member tanda-tanda tertentu dan mengecek pada tingkat-tingkat tingkah laku tertantu. Dengan cara ini deskripsi yang panjang lebar tidak diperlukan, dan waktu sangat dihemat oleh karenanya.
4.       Catatan Anekdot (Anecdotal Records)
o   Anecdotal records atau catatan anekdot biasa disebut Daftar Riwayat Kelakuan, merupakan catatan-catatan yang dibuat mengenai tingkah laku luar biasa (typical behaviour)
o   catatan anekdot harus dibuat secepatnya  setelah terjadi peristiwa-peristiwa istimewa
o   Sayangnya memakan waktu yang sangat panjang.
5.       Alat-alat Mekanik (Mechanical Devices)
Perkembangan alat-alat optik yang maju memungkinkan observer menggunakan fotografi atau motion picture untuk meneliti tingkah laku orang. Keuntungannya, antara lain :
          Dapat diputar/dilihat kembali setiap kali dibutuhkan
          Dapat diputar lebih lambat sehingga memungkinkan analisis yang teliti tentang tingkah laku manusia, hal mana belum tentu dapat dilakukan dengan kegiatan normal.
          Memberikan bahan-bahan berharga untuk mengembangkan problem-problem dalam pengamatan
          Sebagai alat untuk melatih observer memperbaiki kecermatan dan ketelitian observasinya.
Sumber :
·           bk2009.files.wordpress.com/2010/06/obsv-ppt.ppt)
(diunduh tanggal: 8 september 2010, pukul: 14.32)
3.      Kegunaan Observasi

3.1  Kegunaan observasi dalam psikodiagnostika, yaitu :
a.     Keperluan asesmen awal
b.    Menentukan kekuatan observee dan menggunakannya untuk meningkatkan hal-hal  yang masih lemah
c.     Dasar merancang rencana individual
d.    Dasar dari titik awal kemajuan klien
e.     Mengetahui perkembangan anak pada area tertentu
f.     Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan anak
g.    Bahan untuk memberi laporan kepada orang tua, guru, dokter, dan profesi lain
h.    Informasi status anak/remaja di sekolah untuk keperluan BK
i.      Informasi status klien klinis (di rumah sakit jiwa)
Sumber :
(diunduh tanggal: 8 september: 13.09)

3.2  Kegunaan observasi bagi psikolog, yaitu :
a.    Untuk keperluan asesmen awal. Dilakukan di luar ruang konseling, misalnya: ruang tunggu, halaman, ruang kelas, ruang bermain.
b.    Untuk menentukan kelebihan dan kelemahan observe dan menggunakan kelebihan tersebut untuk meningkatkan kelemahan klien.
c.     Untuk merancang rencana individual (individual plan) bagi klien berdasarkan kebutuhan.
d.    Sebagai dasar/titik awal dari kemajuan klien. Dari beberapa kali pertemuan yang dilakukan psikolog dapa mengetahui kemajuan yang dicapai klien.
e.    Untuk mengetahui perkembangan anak pada tahap tertentu.
f.     Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan klien.
g.    Digunakan dalam memberi laporan pada orang tua, guru, dokter, dll.
h.    Sebagai informasi status anak/remaja (di sekolah) untuk keperluan bimbingan dan konseling.
Sumber:
(diunduh tanggal: 8 september 2010, pukul: 14.32)

3.3  Kegunaan observasi bagi peneliti dalam melakukan penelitian, yaitu :
a.    Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.
b.    Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualis (yang ada sebelumnya) tentang topic yang diamati akan berkurang.
c.     Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks hidupnya seringkali mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka tentang pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh pertisipan atau subjek peneliti sendiri kurang disadari.
d.    Observasi memungkinkan penelitian memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkap oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
e.    Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif individu yang diwawancara. Berbeda dengan wawancara, observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau pihak-pihak lain.
f.     Observasi memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimafaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
Sumber:
(diunduh tanggal: 8 september 2010, pukul: 14.32)

3.4  Kegunaan observasi yang lain, diantaranya yaitu :
a.       Memperoleh gambaran dan pengetahuan serta pemahaman tentang klien melalui observasi
b.      Melengkapi hasil interview dalam psikotes
Sumber :
·         diktat psikodiagnostika VII
c.       Observasi ini juga bisa digunakan dalam area terapan sebagai berikut :
c.1 Psikologi klinis
-                      Identifikasi  simtom dari gangguan
-                      Identifikasi  tingkat gangguan
-                      Pendukung dalam proses konseling
-                      Evaluasi kemajuan terapi / konseling
-                      Pendukung dalam proses psikotes : projektif individual
Bersama-sama dengan wawancara pada in take interv. dan konseling
c.2 Psikologi perkembangan
-    Identifikasi kemunculan  gejala/simtom yang muncul dari gangguan/permasalahan perkembangan (khususnya anak)
-     Identifikasi  level  gangguan perkembangan
-     Identifikasi  tingkat  perkembangan anak
Evaluasi hasil terapi  atau intervensi pada anak
                        c.3 PIO
-    Studi ergonomika, contoh  penelitian tentang peralatan militer mungkin di simulasikan
-    Seleksi dan asesmen kepribadian,  ada intervensi perlakuan kemudian dilihat bagaimana perilaku peserta
-     Analisis jabatan, natural tanpa intervensi
-     Identifikasi kebutuhan training 
    Pemantauan perilaku dalam proses training (terutama out bound)
c.4 Bidang pendidikan
-     Penelitian studi kelayakan kebijakan pendidikan
-     Penelitian evaluasi kebijakan
-     Penelitian tindakan kelas oleh guru
-     Penilaian kemampuan mengajar
-     Evaluasi hasil belajar
-     Asesmen awal kemampuan siswa
-     Identifikasi permasalahan siswa: belajar dan pribadi
Sumber :
4.      Teknik Observasi
Menurut cara pelaksanaannya, teknik observasi bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Observasi Partisipasif Vs. Non Partisipasif
2. Observasi Sistematis Vs. Non Sistematis
3. Observasi Eksperimental

A.    Observasi Partisipasif

-          Cara Observasi
Dalam observasi partisipasif, pengamat mempunyai dua peran yakni sebagai pengamat sekaligus sebagai bagian dari yang diamati. Situasi ini sangat memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara pengamat dan subjek sehingga pengamat dapat menggali lebih mendalam mengenai gejala yang diamati. Umumnya digunakan untuk setting penelitian yang bersifat eksploratif. Menyelidiki perilaku individu dalam situasi sosial seperti cara hidup, hubungan sosial dalam pabrik, penjara, dan lain-lain.
Contoh :
Seorang peneliti ingin  mempelajari perilaku apa saja yang dijalani oleh masyarakat suku Badui, maka ia melakukan observasinya dengan cara bertindak sebagai anggota dari suku Badui  tersebut (bisa secara terangterangan atau tersembunyi)

Observasi partisipasif dapat dibedakan dalam 3 hal, yakni:
(1) Partisipasi secara lengkap
Dalam arti peneliti menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamati,
(2) Partisipasi secara fungsional
Yang berarti peneliti hanya ikut pada events tertentu dan terbatas sebagai pengamat
(3) Berpartisipasi sebagai pengamat
Yang dimaksud berpartisipasi sebagai pengamat yaitu antara peneliti dan subjek yang diteliti sama-sama mempunyai kepentingan, sehingga hubungan antara peneliti dan subjek bersifat terbuka, tahu sama tahu bahkan subjek yang diteliti menjadi sponsor penelitian.
           
-                Kegunaannya
o   Pengamatan partisipatif memungkinkan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan observe
o   Memungkinkan peneliti untuk bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap hal-hal yang akan diteliti
-          Kerugian
o   Dalam hal bentuk pencatatan, tidak jarang penyelidik secara tidak sadar mencatat suatu kejadian sebagai fakta, padahal sebenarnya adalah interpretasi.
o   Bagaimana mengusahakan, mengatur, dan memelihara hubungan antara observer dan observee selalu merupakan persoalan yang sangat pelik dalam observasi partisipan, karena jika observer tidak dapat memelihara hubungan yang baik maka dapat terjadi adanya kecurigaan dari pihak observee dan juga memungkinkan situasi dalam masyarakat yang diselidiki menjadi tidak wajar.

Perlu diperhatikan :
q  Materi observasi disesuaikan dengan tujuan observasi
q  Waktu dan Bentuk pencatatan : segera setelah kejadian dg kata kunci. Kronologis – sistematis
q  Hubungan : mencegah kecurigaan, pendekatan yang baik dan menjaga situasi tetap wajar
q  Kedalaman partisipasi tergantung pada tujuan dan situasi


B.     Observasi non partisipan

Dalam observasi non partisipan, observer tidak berperan serta dalam objek atau gejala yang diamati. Perhatian observer terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret, mempelajari, mencatat gejala ataupun peristiwa yang diamati.
ΓΌ  Observasi non-partisipan dapat bersifat tertutup dalam arti tidak diketahui oleh subjek yang diteliti dan terbuka bila diketahui subjek yang diteliti.

C.    Observasi sistematis
-          Cara observasi
Teknik Observasi Sistematik dilakukan dengan cara menyusun kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah di atur kategorisasinya lebih dahulu dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu. Disebut juga observasi terstruktur, ada kerangka yang memuat factor-faktor dan ciri-ciri khusus dari setiap factor yang diamati. Pengertian sistematik dalam teknik ini ialah bahwa teknik observasi ini lebih menekankan pada segi frekuensi dan interval waktu tertentu (misalnya setiap 10 menit).
-          Contoh:
Guru yang sedang mengamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga

-          Kegunaannya
o   Wilayah atau scope observasinya sendiri telah lebih dahulu dibatasi dengan tegas sesuai dengan tujuan dari penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada observasi partisipan yang umumnya digunakan dalam penelitian eksploratif.
o   Parumusan-perumusan masalah yang hendak diselidiki pun sudah dikhususkan, misalnya hubungan antara pengikut, kerjasama dan persaingan prestasi belajar, dan sebagainya
o   Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan jawaban-jawaban, respon, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula.
o   Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan ‘kuantifikasi’ terhadap hasil-hasil penyelidikannya.
o   Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang timbuk dapat dihitung dan ditabulasikan. Ini akan sangat memudahkan pekerjaan analisa hasilnya nanti.
-          Kerugian
o   Dalam observasi sistematik hubungan observer dan observee mengajukan suatu persoalan yang pelik. Jika tidak dilakukan dibelakang ‘one way screen’. Observasi jenis ini menimbulkan masalah yang sama dengan observasi partisipasi untuk mengusahakan rapport yang baik.
o   Pertama-tama situasinya harus disiapkan sedemikian rupa sehingga para observee tidak berkeberatan menerima observer.
o   Dengan kesibukannya mengadakan pencatatan, menggunakan alat-alat, dan kesibukan-kesibukan lainnya, seorang observer tidak akan dapat menyembunyikan kenyataan-kenyataan sedang mengadakan penyelidikan. Kerena itu, mendapatkan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan observee adalah syarat mutlak dalam observasi sistematik.
-          Teknik observasi partisipan paling cocok digunakan dalam setting penelitian deskriptif dimana teknik observasinya berlandaskan pada perumusan-perumusan khusus.

D.    Observasi Eksperimental (Test Situation)
o   Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun dalam lingkup eksperimental.
o   Dalam observasi alamiah observer mengamati kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan perilaku-perilaku observee dalam lingkup natural, yaitu kejadian, peristiwa, atau perilaku apa adanya tanpa adanya usaha untuk mengontrolnya.
o   Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang relatif murni menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia. Sebab faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku observee telah dikontrol secermat-cermatnya sehingga tinggal satu-dua faktor untuk diamati bagaimana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu terhadap tingkah laku.
o   Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
o   Contoh :
Dalam mengobservasi perilaku agresif anak-anak, bila keinginan mereka akan sesuatu tidak dipenuhi, maka kita akan merancang situasi tersebut di dalam tempat tertentu (di ruangan anak diperlihatkan banyak mainan, tetapi pada saat anak ingin mengambil mainan tersebut, maka peneliti mengambil mainan itu sehingga anak tidak bisa menjangkaunya) dan kemudian mengamati perilaku anak.
-          Cara observasi
o   Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam mungkin untuk semua observee.
o   Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan variasi timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observer.
o   Situasi sedemikian rupa sehingga observee tidak tahu maksud yang sebenarnya dari observasi.
o   Observer atau alat pencatat membuat catatan-catatan dengan teliti mengenai cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya jumlah reaksi semata-mata.
-          Kegunaannya
o   Faktor-faktor yang tidak diinginkan dapat dikontrol atau dieliminasi
o   Secara umum metode ini paling efisien dan paling murah
-          Kelebihan dari teknik ini adalah, observer tidak perlu menunggu terlalu lama timbulnya suatu tingkah laku yang mungkin jarang muncul pada situasi normal. Observer sengaja menciptakan situasi agar kondisi yang diharapkan tersebut dapat muncul, misalnya reaksi stress.
-          Kerugian
o   Penelitiannya mungkin jauh dari kehidupan sehari-hari
-          Teknik observasi eksperimental paling cocok digunakan dalam setting penelitian experimental (laboratory).

Sumber :
·         Nawawi, H. 1999. Instumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
·         Nasution. 1998. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
·         Wchsler, H., Reinhers, H.Z. 1986. Social Work Research in The Human Services. New York: Human Sciences Press.
·         Suprayogo, I. 2001. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama. Bandung: PT. Remaja Roesda Karya.
(diunduh tanggal, 8 september 2010, pukul: 18.05)
·         D:\#data Adnan\0_dataku\0_Kuliah Psikologi\observasi true\RMK_Observasi.rtf 1
(diunduh Juli 2010)

 SEMOGA BERMANFAAT YAAAAA... :))